Dulu pada abad ke-12 tokoh Jayabaya pernah memberikan ramalan tentang
kehidupan di zaman edan. Di zaman itu, semua orang terpaksa atau dipaksa
untuk menjadi edan. Kalau tidak, dijamin hidup akan susah.
Tampaknya ramalan 9 abad lalu itu sangat relevan dengan kondisi di Indonesia saat ini. Coba lihat saja sejumlah praktik korupsi yang kini sudah menjalar ke semua golongan masyarakat baik besar maupun cilik. Buktinya apa? Lihat saja di kantor peradilan, seorang cleaning service dan tukang parkir bisa jadi bagian dari makelar. Di kantor pajak, pegawai rendahan pun bisa nyambi jadi mafia pajak kecil-kecilan. Ini memang bukti zaman edan.
Korupsi kini bukan hanya dilakukan di pusat pemerintahan, seperti di era Soeharto. Korupsi dengan segala bentuk modifikasinya, kini sudah menjalar ke level bawah masyarakat. Ironinya, karena sudah sangat kuat menjalar, kini justru banyak masyarakat yang menikmati hasil perbuatan dan sudah barang tentu hasil korupsi.
Jika semua orang sudah berlomba-lomba berlaku tak jujur bahkan untuk hal-hal kecil dengan jumlah yang tak seberapa tapi dilakukan setiap hari selama bertahun-tahun dan dianggap wajar, maka jangan harap akan mudah memberantas korupsi di negeri ini. Ketika rakyat kecil harus membayar sejumlah biaya tambahan demi mengurus KTP, KK, Surat Nikah, Akte Kelahiran, SKCK di Kepolisian, memperpanjang SIM, Surat Kehilangan di Polsek, dll, maka mereka yang sehari-hari penghasilannya sudah pas-pasan, akan memutar otak bagaimana caranya memperbesar pendapatan, dengan segala cara, dengan modus yang bisa dia lakukan.
Celakanya, beberapa masyarakat juga ikut menikmati jalan pintas yang sebenarnya salah itu. Masyarakat dengan alasan malas antre dan ikut prosedur, banyak yang memilih pakai pelicin untuk pengurusan yang lebih cepat. Apalagi, mendekati waktu pencoblosan seperti Pemilu 2014, "serangan fajar" justru banyak dinanti-nanti masyarakat. Jelas terlihat bahwa dalam banyak hal, masyarakat ikut andil menyuburkan dan melestarikan korupsi.
Istana negara tepat pada hari ini memepringati Hari Antikorupsi Sedunia. Sejumlah pejabat setingkat menteri berkumpul di sana. Kebetulan, baru beberapa hari yang lalu ada seorang menteri yang menjadi tersangka yang bisa jadi teman dari para menteri yang ikut memperingati Hari Antikorupsi di Istana. So, memperingati atau merayakannya pak?
Tampaknya ramalan 9 abad lalu itu sangat relevan dengan kondisi di Indonesia saat ini. Coba lihat saja sejumlah praktik korupsi yang kini sudah menjalar ke semua golongan masyarakat baik besar maupun cilik. Buktinya apa? Lihat saja di kantor peradilan, seorang cleaning service dan tukang parkir bisa jadi bagian dari makelar. Di kantor pajak, pegawai rendahan pun bisa nyambi jadi mafia pajak kecil-kecilan. Ini memang bukti zaman edan.
Korupsi kini bukan hanya dilakukan di pusat pemerintahan, seperti di era Soeharto. Korupsi dengan segala bentuk modifikasinya, kini sudah menjalar ke level bawah masyarakat. Ironinya, karena sudah sangat kuat menjalar, kini justru banyak masyarakat yang menikmati hasil perbuatan dan sudah barang tentu hasil korupsi.
Jika semua orang sudah berlomba-lomba berlaku tak jujur bahkan untuk hal-hal kecil dengan jumlah yang tak seberapa tapi dilakukan setiap hari selama bertahun-tahun dan dianggap wajar, maka jangan harap akan mudah memberantas korupsi di negeri ini. Ketika rakyat kecil harus membayar sejumlah biaya tambahan demi mengurus KTP, KK, Surat Nikah, Akte Kelahiran, SKCK di Kepolisian, memperpanjang SIM, Surat Kehilangan di Polsek, dll, maka mereka yang sehari-hari penghasilannya sudah pas-pasan, akan memutar otak bagaimana caranya memperbesar pendapatan, dengan segala cara, dengan modus yang bisa dia lakukan.
Celakanya, beberapa masyarakat juga ikut menikmati jalan pintas yang sebenarnya salah itu. Masyarakat dengan alasan malas antre dan ikut prosedur, banyak yang memilih pakai pelicin untuk pengurusan yang lebih cepat. Apalagi, mendekati waktu pencoblosan seperti Pemilu 2014, "serangan fajar" justru banyak dinanti-nanti masyarakat. Jelas terlihat bahwa dalam banyak hal, masyarakat ikut andil menyuburkan dan melestarikan korupsi.
Istana negara tepat pada hari ini memepringati Hari Antikorupsi Sedunia. Sejumlah pejabat setingkat menteri berkumpul di sana. Kebetulan, baru beberapa hari yang lalu ada seorang menteri yang menjadi tersangka yang bisa jadi teman dari para menteri yang ikut memperingati Hari Antikorupsi di Istana. So, memperingati atau merayakannya pak?
0 komentar:
Posting Komentar